UNTUKMU, AYAH
Malam itu kau bercerita
dalam telusur pandang yang be-rantai-rantai harapan
tentang akil-balik pada legenda
menggelora mudamu hingga keluarga
dan akhirnya kuingat;
tidak lembut, kau berkata
'anak muda, kau darahku!'
laki-laki tak merengek memimpi-mimpi
'pergilah memecah matahari!'
**
Ketahuilah, Ayah
di setiap garis kerut yang mengukir di wajahmu
disetiap helai rambut putihmu yang kian bersemi
disetiap rona pandangmu pada masa depan kami
pada setiap keringat yang ditempeli debu siang hari,
kami menitip pesan,
'kami bangga padamu'
Ketahuilah pula, Ayah
disetiap kami memanggil ibu
disetiap kami mengata rindu padanya
dan meleburnya dalam peluk
kami berharap tangan kami cukup panjang
untuk menyertakanmu, merasakan wajahmu
dengan bisik ditelingamu,
'cinta itu juga milikmu'
SELAMAT ULANG TAHUN, Ayah!
demimu, dengan palu hidup yang kau beri
akan kupecah matahari.
hingga mereka tau, aku darahmu
**
Puisi untuk ayah saya. Baris kata-kata yang mungkin tidak seberapa. Tidak layak dikaji ulang dalam ulasan-ulasan sastra. Tidak ditujukan untuk menjadi perbincangan media, atau bahkan tidak layak dianggap sebagai sebuah puisi. Tidak akan mengurangi kerut-kerut yang semakin jelas terlihat diwajah ayah saya. Tapi, setidaknya saya mencoba memberikan sesuatu yang bisa dia pandang sejenak, dan sekali lagi berkata... 'Anak muda, kau memang darahku!'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar